World Teacher chap 36 B. Indonesia

Chapter 36 Satu langkah menjadi lebih kuat
Diterjemahkan I-Fun Novel




Bagian 1


Begitu menyelesaikan penghakiman, aku yang telah merasa lega kembali dari lorong menuju aula.

Ngomong-ngomong, aku meninggalkan Goraon seperti sampah tanpa kemauan maupun stamina untuk bertarung lagi. Ketahanan menakjubkannya juga sudah benar-benar hilang. Aku tidak khawatir akan diserang lagi karena telah menanamkan trauma padanya dengan kuat. Misalkan, dia bisa menyerang jika sembuh....itu takkan terjadi.

Ketika kembali ke aula, aku menemukan para bangsawan yang disandera. Mereka masih pingsan tapi keduanya pasti Hart dan Merluza, kan? Selain mereka yang tak bergerak, pengikut mereka telah menjadi korban. Bagaimanapun, bisa dikatakan bahwa mereka beruntung karena masih bertahan hidup setelah menemui pembunuh semengerikan itu.

Ada puluhan reaksi yang dirasakan datang ke sini ketika aku memeriksa menggunakan {Search}, mungkin itu adalah pasukan penjaga yang sudah diatur Vile-sensei. Aku lalu membawa tubuh bangsawan-bangsawan ini ke dinding agar lebih mudah ditemukan.

Selanjutnya aku mengkonfirmasi kondisi tiga orang yang sudah kukalahkan.

Serigala emas dan kurcaci itu sudah tak bernafas, tapi aku tak merasakan sedikit pun rasa bersalah. Mereka membunuh orang dengan keji, wajar saja jika dibunuh. Inilah karma.

Bersiaplah untuk dibunuh saat kau membunuh seseorang....aku mengatakan itu kepada murid-murid di kehidupanku sebelumnya, namun belum mengatakannya kepada murid-muridku saat ini. Aku telah membunuh tepat di hadapan mereka, jadi aku harus memberitahu para muridku tentang hal itu segera.

Hanya pria manusia itulah yg masih hidup. Dia akan dibawa oleh pasukan penjaga sebagai orang yang akan bersaksi menggantikan Goraon....yang telah disiksa terlalu berlebihan dan sangat diragukan apakah dia bahkan bisa berbicara atau tidak.

Aku menemukan tali bernoda darah di barang bawaan si manusia, lalu mengikatnya dengan pose membentuk bulan sabit. Orang-orang ini malah terikat dengan sesuatu yg mereka gunakan sebagai alat bermainan, itu cerita yang bodoh.

Aku akan meninggalkan masalah mayat yang tersisa dan melakukan tindakan selanjutnya.

Setelah selesai dengan hal-hal itu, aku mendatangi murid-muridku.

"Sirius-sama!"

"Sirius-san!"

Emilia dan Reese mendekat saat aku kembali. Hanya Reus yang masih berbaring dan telah kehilangan kesadaran.

"Ada bercak darah! Apa Sirius-sama terluka?"

"Ini darah dari orang-orang itu. Aku tidak terluka, jadi jangan khawatir"

"Apa sudah berakhir?"

"Yah, semuanya sudah berakhir. Daripada itu, Reus baik-baik saja?"

"Dia bangun tadi dan kemudian pingsan. Karena, pertolongan pertama telah selesai, dia pasti akan baik-baik saja jika terus beristirahat"

Ketika aku menyentuh Reus menggunakan {Scan}, tulang rusuknya yang retak sudah dipulihkan dengan baik. Untuk bisa melakukannya dalam waktu singkat dan dengan sedikit Mana. Bakat menyembuhkannya sungguh luar biasa.

"Begitu ya. Maaf karena kalian masih lelah, tapi kita harus secepatnya pergi dari labirin ini. Reese, bisakah kau berjalan?"

"Aku baik-baik saja. Jika hanya berjalan, aku bisa"

"Baiklah. Emilia, kembalikan jubahku. Aku akan menggendongmu"

"....Sebentar lagi"

"Tidak, tidak boleh, kembalikan saja. Aku tidak bisa kembali dengan penampilan penuh darah ini, kan?"

"....Baiklah"

Kenapa kau terlihat kecewa ketika mengembalikannya? Padahal jubah ini dipenuhi debu dan kotor.

Reus kubawa di satu tangan sedangkan Emilia di punggungku terikat dengan {String}, kamipun mulai berjalan. Aku memilih lorong yang berbeda dari jalan diriku masuk tadi. Untuk menghindari pertemuan dengan pasukan yang datang ke sini.

"Sirius-san, bagaimana dengan kedua bangsawan itu?"

"Jangan khawatir, para penjaga akan segera tiba. Kita harus melarikan diri sebelum ketahuan"

"Kita telah dilindungi oleh seseorang dan orang itu melarikan diri, ya"

"Itu bisa menjadi penjelasan singkat tentang bagaimana mereka dikalahkan. Kita bertemu dengan para pembunuh mengerikan ini lalu kabur sambil kelelahan. Mereka kemudian diserang oleh seseorang....cerita seperti itu boleh juga"

Memang akan merepotkan jika kabar tentang 'Para pembunuh mengerikan telah dikalahkan' menyebar. Jika kami tetap diam, takkan ada bukti, kasusnya akan ditutup dengan sendirinya dan ditinggalkan dalam gelap.

Oh, tapi masih ada pria yang sedang terikat itu. Kesampingkan Goraon, manusia ini mungkin mengakui sesuatu yang tidak perlu.

Tapi....yah. Sangat sulit diterima bagi seorang anak untuk menang melawan empat orang dewasa, kupikir dia tidak akan mengatakan itu karena harga dirinya. Aku hanya harus bertindak tidak mengetahui apapun.

Kami terus berjalan diam untuk sementara waktu. Reese berjalan perlahan tapi pasti, sedangkan Emilia sesekali menggosok pipinya ke bagian belakang kepalaku. Ini menggelitik.

Dan ketika kami kembali ke lantai lima, Reese tampak sedikit kasihan dan mulai berbicara.

"Anu....bukankah itu berat? Aku bisa meminjamkan bahuku ke Emilia karena aku juga sudah beristirahat sedikit"

"Yah, memang berat. Tapi, inilah bukti kehidupan. Aku ingin merasakannya dengan lekat karena ini adalah bukti bahwa keduanya hidup"

Sudah lama aku tidak merasakan ini.

Ketika aku mengamuk, itu untuk melenyapkan kehidupan lawan. Aku memang sudah terbiasa, tapi tak pernah merasa baik. Selama waktu itu, aku akan tenang begitu bertemu dengan para muridku. Setelahnya, aku bisa lega ketika selesai merasakan denyut nadi mereka dengan tanganku sendiri. Karena itulah tanda kehidupan.

Lagipula Emilia, aku tidak yakin apa kau sangat terharu atau tidak, tapi berhentilah menggigit pundakku. Sementara terganggu dengan perilaku seperti ini, Reese menarik ujung lengan bajuku. Saat menengok ke belakang, gadis itu menatapku dengan cemas.

"Bagaimana....bagaimana kau bisa sekuat* ini? Meskipun seseorang baru saja terbunuh"
['Kuat' disini juga bisa diartikan sebagai 'Tegar']

"Kau tahu, ya?"

"Roh air memberitahuku. Ras serigala dan kurcaci itu sudah....tak dapat diselamatkan lagi"

"....Begitu kah? Apa kau takut pada pembunuh sepertiku?"

"....Aku tidak tahu. Walaupun Sirius-san telah berjuang demi melindungi kami, walaupun kami harusnya berterimakasih....apa yang harus aku lakukan?"

Sambil menjepit kuat lengan bajuku, perasaan Reese dilanda konflik.

Ketika aku memikirkan kata-kata yang harus diucapkan, Emilia mengulurkan tangan dan meletakkannya di bahu gadis ini.

"Hei, Reese. Kau tidak perlu memikirkannya secara mendalam. Kau sama seperti Sirius-sama, kan?"

"Sama?! Itu tidak mungkin!! Aku hanyalah orang yang tak mampu membunuh musuh meski diriku dan orang lain akan dibunuh!!"

Diapun membicarakan situasi itu seolah ingin memuntahkannya.

Meski sudah bertekad akan bertarung, dia ragu ketika berada di depan Goraon.

Karena itulah Emilia terluka.

Dia bernapas tersengal-sengal seusai melepas semua yg perlu diakui.

"Jadi, aku tidak sama seperti Sirius-san. Aku....hanyalah seorang pengecut"

"Kalau begitu, kenapa Reese tidak kabur saat itu? Kenapa kau malah berkata akan bertarung dengan kami?"

"Itu karena kau dan Reus-kun penting. Seperti....anggota keluarga"

"Sirius-sama, apa yang akan kau lakukan jika kami menyuruhmu untuk melarikan diri?"

"Aku menolak. Aku akan memutuskan untuk bertarung bersama-sama"

"Lihat, sama saja. Pilihan Sirius-sama mirip dengan Reese, tak ada bedanya"

"Tapi...."

"Yah, Reese. Menjadi pengecut itu tidak apa-apa, kau tahu. Aku juga bermasalah ketika membunuh orang untuk pertama kalinya"

Di masa depan, jika Reese sampai menjadi seseorang yang tertawa saat membunuh, aku akan terus merasa bersalah.

Dia tersenyum ketika menyembuhkan orang lain, dan itu adalah penampilan terbaik untuk seorang gadis. Jujur saja, bagi kami ini adalah hal yang wajar dan paling penting. Aku tak ingin dia berubah.

"Bagiku, hidup kalian lebih penting dibandingkan orang-orang itu. Aku bisa membunuh mereka tanpa ragu karena mereka senang merampas nyawa orang lain. Tapi tetap saja, jika kalian tak bisa memaafkan tindakanku, itu bukan masalah bahkan jika kalian ingin berhenti menjadi muridku. Aku tidak berhak menghentikan kalian"

"Tidak....Berada di dekat kalian semua terasa sangat nyaman, dan....aku tidak ingin berpisah. Tapi....jika ada hal seperti itu lagi, aku ragu apakah diriku ini bisa melakukannya atau tidak"

Begitu ya. Ini bukan tentang takut padaku, melainkan tidak bisa memaafkan dirinya sendiri karena telah menjadi pengecut. Bahkan jika seseorang terbunuh, aku masih melanjutkan penghakiman. Apa boleh buat jika aku adalah sesuatu yang terlihat 'menyilaukan' untuknya.

"Reese, kau bukan diriku. Tak ada gunanya meniruku. Reese adalah Reese, yang memiliki cara tersendiri untuk menyelesaikan sesuatu. Benar kan?"

"?! Tapi, apa yang harus aku lakukan?"

"Itu adalah hal yang aku atau bahkan orang lain tak bisa putuskan. Karena itu, tegaplah. Kau bisa berkonsultasi dengan orang lain, tapi kau sendiri yang harus menemukan jawabannya. Bahkan jika nantinya akan menyesal, teruslah berjalan ke depan"

"....Apakah itu mungkin?"

"Ahh, Reese pasti bisa melakukannya. Lagi pula, kau punya Emilia dan kami. Jika salah, aku akan mengatakannya tidak peduli berapa kalipun itu"

"....Terima kasih"

Gadis ini lalu meletakkan kepalanya di bahuku dan menangis dengan pelan.

Jujur saja, aku ingin meminjamkan dadaku padanya, tapi tidak mungkin dalam kondisi sekarang saat membawa keduanya. Aku ingin meninggalkan labirin secepat mungkin, tapi tidak punya pilihan kecuali menunggu sampai dia tenang.

"Amuamuamuamu!"

"Hei Emilia, berhenti bicara sambil menggigit pundakku"

"Amuamu....Fufu, aku ingin berperilaku seperti anak manja"

Lain kali, aku takkan menggendongnya. Bahuku terlalu sering digigit.

☆☆☆☆


Bagian 2


Ketika akhirnya keluar dari labirin, kami langsung berhadapan dengan kerumunan orang.

Kebanyakan dari mereka adalah penjaga bersenjata, ada tali larangan yang diikatkan ke semua pintu masuk, beberapa orang juga mengawasi agar  tak sampai ada yang masuk.

Tentu saja, kami menjadi hal yang menonjol karena keluar dari labirin. Terlebih lagi, aku sedang membawa siswa-siswa yang terluka, mereka mungkin memikirkan yang tidak-tidak.

"Sirius-kun!"

Ketika kami menarik perhatian semua orang, Magna-sensei menerobos kerumunan dan mendekat ke depanku.

"Kalian aman---....sepertinya tidak begitu. Maukah kau menjelaskan situasinya?"

"Sebelum itu, tolong rawat Reus dan Emilia. Mereka sudah mendapat pertolongan pertama, tapi masih terluka"

"Baiklah, ayo kita bawa mereka langsung ke ruang perawatan sekolah. Kalian yang di sana! Siapkan tandu"

Aku meletakkan Reus di atas tandu yang dibawa oleh perintah Magna-sensei. Dan saat ingin menurunkan Emilia yang ada di punggungku, dia malah menempel di leherku dan menolak untuk turun.

"Emilia, turun"

"Sebentar lagi"

"Tidak boleh. Kau sedang terluka, jadi terimalah perawatan dengan benar"

"Tapi...."

"Aku tidak suka anak nakal yang tidak mau mendengarkan, kau tahu"

"Aku turun!"

"Hei, turunlah perlahan"

Karena panik, dia turun dengan cepat hingga menarik kepalaku. Begitu sampai di tandu, matanya yang sendu terfokus kesini. Aku lalu menepuk kepalanya dan berkata.

"Aku akan mengunjungimu nanti, jadi beristirahatlah"

"Ya"

"Reese, aku ingin kau menemani keduanya. Aku masih perlu menjelaskan hal-hal disini. Lagi pula, kau juga lelah kan?"

"Baiklah. Aku juga agak cemas jika meninggalkan mereka seperti ini"

Sambil tersenyum masam, Reese mengikuti dua orang yang sedang dibawa ke ruang perawatan sekolah.

Fiuh, sekarang aku bisa merasa lega. Ketika melihat mereka pergi sambil meniupkan napas tenang, Magna-sensei berdiri di sampingku lalu tertawa.

"Ini pertama kalinya aku melihat Emilia berperilaku seperti anak manja"

"Anggap saja anda tidak melihat itu"

"Tapi, ekspresinya tadi sangat seperti anak kecil. Kupikir itu hal yang bagus....Jadi, boleh aku meminta penjelasan sekarang?"

"Yah. Setelah itu, aku langsung pergi ke labirin dan akhirnya sampai di lantai sembilan. Aku kemudian bertemu dengan 'Dragon of Fresh Blood'"

Aku menjelaskan kebohongan yang sudah ku siapkan sebelum bertemu Magna-sensei.

'Dragon of Fresh Blood' sudah dalam keadaan dikalahkan ketika aku tiba. Tanda-tanda pertempuran sengit juga muncul di lantai sembilan.

Aku kemudian menemukan murid-muridku yang masih hidup saat menyelidiki daerah tersebut dan segera kembali untuk perawatan....itulah yang kuceritakan.

"Dikalahkan....ya? Apa para muridmu tidak tahu apa yang telah terjadi?"

"Sepertinya mereka bertemu dan bertarung dengan 'Dragon of Fresh Blood', kemudian pingsan. Dan ketika kesadaran mereka pulih, musuh sudah kalah"

"Hmmm, jadi mereka tidak tahu apa penyebabnya? Aku juga menunggu hasil penyelidikan dari tim investigasi pasukan penjaga, tapi apa ada hal lain yang masih bisa dilaporkan?"

"Para bangsawan, Hart dan Merluza aman. Sayangnya, petugas mereka...."

"....Begitu ya? Syukurlah jika keduanya aman. Hanya saja, siswa yang telah menjadi korban sangat disesalkan. Maaf, tapi bisakah kau melaporkannya ke Vile-sensei saat kembali ke sekolah nanti? Dia mungkin masih berada di runganku"

"Apa boleh jika aku yang membicarakan hal ini dengan Vile-sensei?"

"Iya. Jujur saja, aku ingin pergi kesana tapi tidak bisa. Ada penyelidikan yang harus kulakukan disini. Karena itulah, aku ingin Sirius-kun yang berada di tempat kejadian untuk menjelaskannya secara langsung"

"Baiklah. Aku akan pergi dan berbicara dengannya karena ada hal yang juga ingin kudengar"

"Terima kasih"

Begitu Magna-sensei mulai memberi instruksi kepada tim investigasi di belakang, aku berlari menuju sekolah.

☆☆☆☆

Begitu kembali ke sekolah, aku langsung menuju kamar Magna-sensei.

Aku berdiri di depan ruangan dan baru saja akan mengetuk, tapi pintunya terbuka sebelum aku sempat melakukan apapun dan bertemu dengan Vile-sensei. Setelah diundang ke dalam, Vile-sensei mulai menyiapkan teh dan diletakkan di depanku yang duduk di sofa.

"Aku tidak seperti Magna-sensei, tapi sedikit senang ketika melakukan ini, kau tahu. Bagaimana rasanya?"

Uapnya hanya sedikit, namun karena daun tehnya telah meresap dengan baik, cita rasanya langsung melebur di mulutku. Ini lezat. Mungkin serasa enak karena aku telah mengalami banyak hal dan menjadi haus.

"....Ya, enak sekali. Jadi, aku datang ke sini untuk menjelaskan situasi yang terjadi di labirin, boleh kulakukan sekarang?"

"Ya, tolong"

Setelah itu, aku mulai menceritakan hal yang ku sampaikan pada Magna-sensei ke Vile-sensei.

Tapi untuknya, aku menjelaskan lebih rinci tentang luka Reus dan Emilia, juga yang selamat dari 'Dragon of Fresh Blood'.

Ketika selesai menjelaskan, Vile-sensei menundukkan kepalanya lalu mengatakan sesuatu.

"Izinkan aku meminta maaf terlebih dahulu. Dari hasil investigasi sebelumnya, telah dikonfirmasi bahwa Gregory lah yang mengundang para pembunuh tersebut. Murid-muridmu terluka karena guru sekolah kami, aku sangat menyesal"

"....Dimana Gregory?"

"Dia tidak di sekolah. Kami telah mengirim para penjaga ke rumahnya. Ini hanya masalah waktu sebelum dia tertangkap, jadi tolong percayakan hal ini pada kami"

"Percayakan....apa itu baik-baik saja?"

"Aku tahu kalau hal sekejam ini sudah terlanjur terjadi, tapi dia masihlah bangsawan kelas tinggi meski sifatnya sebusuk itu. Jika kau yang bertindak dan salah menangani ini, aku mungkin tak bisa melindungimu....jadi, tolong bersabarlah"

"....Aku mengerti"

Pada awalnya, aku berpikir ingin menghajar Gregory langsung ke kantornya setelah ini berakhir, tapi karena dia mengatakan sejauh ini, apa boleh buat. Sementara, akan kujauhkan tanganku dari kasus ini.

Ekspresi marah Vile-sensei yang kulihat untuk pertama kalinya ini juga merupakan alasan lain untukku berhenti melakukannya.

"Kesabaran kita juga telah habis. Kita harus memperoleh bukti untuk menggantung Gregory dari menginterogasi kedua orang anggota 'Dragon of Fresh Blood' yang masih selamat. Dia bukan lagi guru, melainkan penjahat"

Seorang guru adalah orang yang mengagumkan, tapi kenapa dia memilih menjadi penjahat yang kejam hanya dalam satu hari? Berkata bahwa ras binatang yang bodoh, tapi orang yang mengucapkan itu sendirilah yang paling bodoh.

"Terima kasih atas penjelasannya. Aku akan memberitahumu jika terjadi sesuatu. Kalau begitu, kita akhiri sampai disini"

"Baiklah. Kondisi murid-muridku juga sudah aman, aku sangat bersyukur"

"Kau benar-benar menyayangi mereka, ya"

"Mereka adalah para muridku yang berharga"

Sambil tersenyum ringan, diriku meninggalkan ruang kantor.

☆☆☆☆

Aku kemudian mengunjungi ruang perawatan medis. Seharusnya penyembuhan untuk Emilia dan Reus sudah selesai dan sekarang sedang beristirahat di kamar perawatan masing-masing. Setelah diberitahu kamar mana yg harus dituju, aku mengetuk pintu.

"Yaaa....ah, Sirius-san"

Reese membuka pintu, dia tersenyum begitu tahu aku lah yang datang.

"Aku kemari untuk melihat keadaannya. Boleh masuk?"

"Ya, tidak apa-apa. Emilia, Sirius-san telah datang"

"Sungguh?!"

Berdasarkan suaranya, tampaknya Emilia sudah sangat pulih. Ketika aku memasuki ruangan, dia duduk di tempat tidur dan menyapaku dengan senyuman.

"Bagaimana kondisimu?"

"Kepalaku masih agak pusing, tapi aku baik-baik saja"

"Begitu ya. Hanya saja, karena belum sembuh sepenuhnya, kau harus tetap beristirahat dan tinggal di sini untuk hari ini"

"Tidak mungkin! Aku belum selesai membersihkan Pondok Berlian, persiapan untuk makan malam juga masih...."

Emilia tampak seperti telah melihat akhir dunia, namun ekspresinya melunak saat aku menepuk kepalanya.

"Bersih-bersih dan menyiapkan makan malam bisa kau lakukan besok. Sekarang, beristirahatlah. Atau....kau ingin aku memberimu perintah?"

"....Ya, mengerti"

Dia setuju meski wajahnya terlihat kecewa. Reese yang melihat ini tersenyum masam, lalu membuka pintu dan keluar dari ruangan.

"Aku, akan pergi dan melihat Reus-kun*"
[Memang ada tanda koma disini]

'Nikmati waktu kalian'....Reese keluar dari kamar setelah mengatakan itu sambil tersenyum. Ya ampun, dia memang bisa membaca suasana, tapi kau tidak perlu memakai senyuman terakhir itu.

Hanya tersisa Emilia dan aku, tanpa orang lain di sekitar karena sekarang sudah menjelang petang. Aku membelai kepalanya sekali lagi sambil melihat langsung wajah gadis ini.

"Jadi....Reese sudah pergi. Apa kau memiliki sesuatu untuk dikatakan?

"....Sirius-samaaa!!"

Ekspresinya berubah dan dia tiba-tiba menerjang dadaku dengan kekuatan yang seolah ingin menghempaskan seseorang. Jangan bergerak terlalu keras, anak ini tidak sabaran.

"Aku takut....sangat takut! Reus....melihatnya mengingatkanku pada ibu....sampai membayangkan kalau orang yang kusayangi akan lenyap lagi....Uwaaaaaaaaaaaa!"

Emilia berperilaku tidak normal seperti anak manja karena tidak ingin menunjukkan bagian dari perasaannya ini.

Adegan dimana orang tuanya menghilang tepat di depan matanya adalah luka dalam yang masih belum sembuh.

Kali ini, dia berada dalam situasi yang mengingatkannya akan hal itu. Gadis ini telah sangat, sangat bertahan bahkan jika tangis hendak tumpah.

Terus bertahan agar tidak menunjukkan betapa lemah dirinya di depan Reus dan Reese. Dan, semuanya pun runtuh ketika hanya ada kami berdua di sini.

"Kupikir aku tidak bisa melihat Sirius-sama lagi....tapi kedua orang itu masih berjuang! Syukurlah Reus aman! Syukurlah Reese aman! Syukurlah....aku masih bisa ditepuk....oleh Sirius-sama lagi....syukurlah...."

Untaian kata yang dia muntahkan agak berantakan. Tapi, begini juga tidak apa-apa. Dari hal yang merangsang traumanya dan masih bertahan, aku harus menerima emosi gadis ini dengan tegas.

Aku memeluk Emilia erat dan mengelusnya dengan lembut.

"Kau telah berusaha. Keduanya benar-benar aman, itu semua karena Emilia bertahan"

"Tapi aku!! Aku hanya terbaring!! Tanpa bisa berbuat apapun kecuali menyaksikan Reus berjuang mati-matian!!!"

"Sudah kukatakan sebelumnya, kan? Kau telah melindungi Reese. Aku sangat senang karena semuanya bisa kembali dengan selamat"

"Sirius-sama....aku....juga"

Aku lalu mengingat malam ketika memperoleh kepercayaan Emilia beberapa tahun yang lalu. Saat itu, dia terisak dan aku menenangkannya.

Namun, sekarang berbeda.

Setelah menangis sebentar, dia menyeka tetesan emosi di matanya dan menatapku.

"Lain kali....di waktu itu....aku pasti bisa melindungi mereka. Apapun yang terjadi....aku akan menjadi lebih kuat"

"Maksudmu saat menjadi pengikutku? Ini akan lebih sulit dari sebelumnya"

"Aku akan menghadapinya, tak peduli seberapa kerasnya itu. Aku tidak mau hanya melihat dan tak melakukan apapun"

....Kau semakin tumbuh, Emilia. Dengan tatapan penuh tekad itu, dia pasti bisa menjadi lebih kuat. Aku menantikan masa depannya.

"Kau mengungkapkanya dengan bagus. Sebagai gurumu, aku bahagia"

"Benarkah? Kalau begitu, aku punya satu permintaan"

"Apa? Katakanlah"

"Sebentar saja....bolehkah kita tetap seperti ini untuk sebentar?"

"Apa boleh buat"

Begitu aku membalas permintaan gadis ini dengan memeluknya, dia semakin menempel padaku sambil memasang ekspresi lega.

Beberapa saat kemudian, dia terlelap dengan dengkuran yang lembut. Aku membaringkannya di tempat tidur dan diam-diam meninggalkan ruangan itu.

"Ah, Sirius-san. Bagaimana dengan Emilia?"

Segera setelah keluar, Reese kembali dari arah kamar Reus. Dia terlihat sedang memegang bunga di tangannya, mungkin untuk kunjungan.

"Yah, dia sudah baik-baik saja. Gadis itu sedang tidur dengan tenang sekarang"

"Baguslah. Reus juga sudah bangun tadi. Kau bisa berbicara dengannya jika pergi sekarang"

"Benar juga, aku akan berbicara sebentar nanti. Ngomong-ngomong, kau tidak memanggil Reus dengan tambahan '-kun' sekarang"

"Aku memakai '-kun' sampai beberapa waktu yang lalu karena formalitas. Tapi aku merasa jika terus seperti ini, kami takkan bisa semakin akrab. Oleh karena itu, aku mengambil kesempatan ini dan mulai memanggilnya tanpa tambahan"

"Reus pasti mengizinkannya. Dia selalu berbicara baik dengan orang lain kecuali pada musuh, tapi hanya ada beberapa orang yang menerimanya dengan tulus. Kau salah satunya"

Orang yang dianggap Reus berharga dan menyanyanginya dengan tulus adalah aku, Emilia, Noel dan Dee. Reese baru saja dimasukkan ke daftar.

Ketika dia mendengar tentang ini, Reese tersenyum gembira.

"Ternyata begitu. Fufu....aku bahagia"

"Aah, kau bisa bangga. Kalau begitu, aku akan pergi ke tempat Reus"

"Iya. Tolong jenguklah dia"

....Dan setelah berbicara dengan Reese, aku pergi ke kamar Reus yang agak jauh.

"Aniki?! Kau datang!!"

Anak itu sedang berbaring di tempat tidur dengan perban melilit lengan dan dadanya. Tapi dia masih terlihat sangat enerjik.

Sejak memasuki ruangan ini, ketegangannya serasa tinggi. Matanya yang berkilauan tidak berpaling dariku sama sekali. Dia tidak seperti orang yang sedang terluka.

"Apa lukamu baik-baik saja?"

"Hal ini akan segera sembuh. Daripada itu, aniki memang hebat!! Kau dengan mudahnya menghajar orang-orang itu, yang sebelumnya bahkan tak bisa kami hadapi!"

"Tapi, aku sudah membunuh dua orang, kau tahu? Meski mereka adalah pembunuh, aku juga melakukan hal yang sama"

"Itu tidak masalah! Aniki melakukannya untuk melindungi kami. Daripada takut, aku merasa semakin menghormatimu!!"

Sungguh murid yang terlalu jujur.

Dia hanyalah anak yang terkesan oleh kekuatanku, hingga matanya berbinar-binar. Namun, kata-kata dan tatapan jujurnya​ membuatku merasa lega.

"Aku,* sadar kalau ternyata melindungi seseorang ketika bertarung itu sulit. Meski begitu, aniki selalu mengawasi kami dari belakang"
[Ada tanda koma lagi disana]

"Jangan khawatir. Itulah peranku. Asal kau paham, itu sudah cukup"

"Aniki....aku benar-benar akan menjadi lebih kuat, hingga bisa berdiri sejajar dengan aniki. Walaupun sekarang mengesalkan karena sudah kalah, aku telah banyak belajar"

"Oh, bisakah kau memberitahuku apa yang kau pelajari?"

"Un!"

Selama waktu itu, dia menjadi emosional dan bertingkah keras kepala. Namun menjadi tenang ketika mengingat kegagalannya dan merenungkan itu.

Meski ada target yang seharusnya dia lindungi, dia maju sendirian. Reus mengayunkan pedangnya dengan segenap kekuatan hingga tenggelam dalam kekuatan transformasi-nya. Dia menjelaskan itu satu per satu.

Reus sepertinya tidak tertekan meski sempat kalah. Dia menyebutkan kesalahan-kesalahannya dengan tenang dan bahkan jika tidak kubalas, mungkin takkan ada masalah.

Kupikir begitu tapi....aku belum bisa mengerti perasaan terdalam Reus.

Ketika ceritanya selesai, dia mendadak terdiam. Reus kemudian menatap ke luar jendela dengan wajah yang rumit lalu berbicara pelan.

"....Kedua Nee-chan selamat, aku hidup, dan bisa melihat kehebatan aniki. Selain itu, karena sempat kalah melawan Aniki dan Lior-jiichan, kupikir takkan ada rasa frustrasi yang muncul ketika kalah dari lawan yang lain. Tapi...."

Reus menggertakkan giginya dengan keras. Walaupun sudah berusaha menahannya, tetesan air mata itu tetap jatuh. Satu persatu dan menjadi titik-titik yang melebar di kasurnya.

"Kenapa....kenapa semengesalkan ini? Aniki, apa aku aneh?"

"Tidak. Itu adalah reaksi yang masuk akal sebagai seorang pria"

"Masuk akal? Tapi aku lebih kesal karena tidak bisa melindungi kedua nee-chan. Meskipun tidak perlu diperbandingkan tapi....kenapa aku sekesal ini ketika kalah?"

Aku menepuk kepala Reus yang masih menangis.

Dia kalah dalam pertarungan, tapi musuh kehilangan dua anggotanya dan tertangkap. Selain itu, kalian semua selamat. Ketika melihat hasilnya, ini memang bisa disebut kemenangan, tapi....Reus belum mampu memahaminya.

Lior dan diriku adalah kasus yang berbeda, kurasa dia frustrasi karena kalah dari orang lain.

"Tapi, perasaan ingin melindungi Emilia dan Reese adalah hal yang tulus, kan?"

"Tentu saja! Aku bersyukur karena kedua nee-chan aman!"

"Jika begitu, bagus kan? Kau tidak perlu memilih, terimalah kekesalan karena kalah. Dan jangan lupakan. Itu pasti akan membuatmu kuat"

"....Apa itu baik-baik saja?"

"Aku juga sudah mengatakan ini pada Reese, tapi....kaulah yang memutuskannya. Jangan pernah lupakan keinginanmu untuk melindungi Emilia. Kenapa kau ingin menjadi kuat? Katakan sekali lagi"

"Untuk melindungi Nee-chan"

"Benar. Karena itu, biarkan lukamu sembuh dan jadilah lebih kuat. Selama kau menginginkannya, aku akan terus menemanimu"

"Aku mengerti!"

Seusai menyeka air matanya, Reus memperoleh tatapan yang jauh lebih tajam dari sebelumnya.

Reus, kau anak yang kuat.

Suatu hari nanti, kau akan melampaui Lior dan diriku.

Sampai saat itu tiba, aku akan mengawasimu dari dekat dan menikmati momen-momen yang akan datang.

☆☆☆☆

Aku meninggalkan kamar Reus, duduk di kursi yang ada di lorong dan mengembuskan nafas. Kursi ini mungkin untuk orang yang datang berkunjung, tapi sangat besar seperti sofa.

Aku mungkin telah kehilangan murid-muridku dalam kejadian ini jika sampai salah bertindak. Namun, semuanya selamat. Itu melegakan.

Murid-murid yang telah menerima rasa kekalahan akan menjadi kuat kembali. Tak ada dari penampilan mereka yang menunjukkan ingin menyerah maupun takut sampai tak bisa bertarung lagi. Mereka adalah para muridku yang benar-benar dapat diandalkan dan kuat.

Aku senang memiliki mereka sebagai murid.

Hanya saja....kelelahan ini seperti yang diharapkan.

Aku mengamuk dan berjuang dengan segenap kekuatanku. Kelelahan lalu menumpuk di tubuh setelah mempertahankan {Boost} untuk waktu yang lama.

Serangan kelelahan ini mungkin karena mencapai titik di mana aku harus berbaring. Jujur saja, akan sulit untuk kembali dengan berjalan kaki. Kurasa, aku akan beristirahat sebentar dulu dan pulang nanti.

Setelah mengatur waktu di kepalaku untuk bangun dalam 15 menit, kelopak mataku jatuh diiringi dengan tubuhku yang bersandar di kursi ini.


☆☆☆☆

Bagian 3


--Sudut pandang Reese--

Setelah berpisah dari Sirius-san, aku mengunjungi Emilia yang sedang tertidur nyenyak.

Tidak, aku juga merasa bahagia ketika melihat wajah tidurnya yang nyaman. Terkadang tertawa sambil menggumamkan nama Sirius-san. Dia tampak sangat bahagia.

Apa yang telah terjadi ya? Tanpa sengaja, aku memiringkan kepalaku.

Begitu selesai menaruh bunga yang aku petik sendiri tanpa membuat suara, aku diam-diam meninggalkan ruangan itu.

Selanjutnya kamar Reus, tapi apa mereka sudah selesai bicara?

Saat aku berjalan di depan kamar Reus dengan bunga, tatapanku beralih pada Sirius-san yang sedang duduk pada kursi di lorong*.
[Gak ada salah sama versi english maupun RAWnya. Reese memang berkunjung lagi ke ruangan Reus sambil membawa bunga yg dia petik sendiri]

"Sirius....-san?"

Sirius-san tidak bereaksi saat dipanggil.

Ketika aku mulai khawatir dan mendekatinya, dia ternyata sedang tidur sambil duduk.

Dua tahun telah berlalu sejak aku bertemu denganya. Tapi, ini pertama kalinya aku melihat sosok Sirius-san yang tak berdaya.

Yah, apa boleh buat. Dia berlari untuk menyelamatkan kami dan bertarung melawan musuh yang kuat. Sampai-sampai menghawatirkan kami sedemikian rupa, wajar saja jika dia kelelahan.

Emilia pernah berkata bahwa Sirius-san memiliki kewaspadaan yang tinggi. Namun, sama sekali tidak begitu didepan orang-orang yang dia percayai.

Apa diriku....juga termasuk? Aku jadi tertarik untuk mencobanya.

Tanpa membuat suara apapun, aku duduk di kursi yang agak jauh agar tidak membangunkannya, dan....Sirius-san tidak bangun. Aku merasa tubuhnya sedikit bergerak, tapi matanya masih terpejam.

Senangnya, ternyata aku juga seseorang yang dia percaya.

Itu membuatku sangat senang hingga bisa terus melihat wajah Sirius-san yang tertidur untuk sementara waktu.

Ketika bertemu dengannya, kau jadi ingin bersamanya. Dia benar-benar orang yang misterius.

Meski aku setahun lebih tua, dirinya sangat kuat dan mengetahui banyak hal. Rasa hormatku padanya sering membuatku ingin memanggilnya dengan sebutan kehormatan secara alami*.
[Seperti -sama, atau -dono]

Dia sedikit lebih tinggi dariku. Tubuhnya sangat terlatih, tapi masih lebih kecil jika dibandingkan dengan orang dewasa.

Namun, punggungnya tampak besar jika dilihat dari belakang. Itu memang punggung anak-anak, tak peduli bagaimana caramu melihatnya. Tapi....semakin aku mengenalnya, punggungnya terlihat semakin besar dan serasa bisa diandalkan.

Kurasa diriku ini mengerti perasaan kasih sayang Emilia dan Reus, serta rasa hormat mereka padanya.

"Hmmm....Aah, Reese ya?"

"Maaf, apa aku membangunkanmu?"

Aku terlalu dekat hingga membangunkannya. Aku telah melakukan hal yang buruk karena mengganggunya yang sedang mengistirahatkan diri dari rasa lelah.

"Tidak, aku bangun sendiri. Bahkan jika tidak ada Reese disini, aku tetap akan bangun"

"Kau tetap akan bangun bahkan jika aku tidak disini?"

"Itu karena aku tidak benar-benar tertidur. Aku harus waspada seandainya yang datang bukan Reese, kan?"

Dia tertawa saat mengatakannya.

Aku tahu sikapnya ketika bersamaku itu bukanlah masalah*, tapi aku merasa sangat senang begitu mendengar kata-katanya.
[Sirius memperlakukan Reese agak berbeda dibandingkan Reus dan Emilia]

"Emilia dan Reus akan tinggal di sini. Sedangkan aku akan segera kembali ke pondok berlian. Jadi bagaimana denganmu, Reese?"

"Setelah memastikan kondisi mereka berdua lagi, aku akan kembali ke asrama"

"Begitu kah? Maaf ya karena pulang duluan"

"Tidak. Tou-sama* telah berusaha keras, terimakasih"
[Panggilan sopan untuk Ayah]

"Tou-sama? Aku bukan ayahmu, kau tahu?"

"Ah?! I-Itu....hanya lelucon! Ha, hahaha...."

"Yah, jika seseorang memiliki anak seperti Reese, kupikir orang itu pasti akan bahagia....Kalau begitu, sampai jumpa besok"

"Ya, sampai jumpa....besok"

Sambil tertawa lega, aku melihat Sirius-san yang berbalik menjauh.

Aku berpikir, ketika dia bersama orang dewasa ataupun guru, punggungnya yang besar dan lebar takkan bisa dibandingkan dengan mereka.

Orang yang kusebut Tou-sama tadi....aku yakin akan mirip seperti dirinya.

Aku belum pernah bertemu dengannya sekali pun*. Tapi, dari melihat bagian belakang tubuh Sirius-san, dia memang bukan ayah kandungku.
[Jika ingin lebih jelas, baca lagi chap 29 dan 30. Reese memang belum pernah bertemu ayah kandungnya. Bahkan setelah menjadi bangsawan]

....Mungkin, ini sudah waktunya aku mengakui tentang diriku sendiri.

Namun jika aku sampai membicarakannya, kedekatan nyaman antara kami yang telah tercipta sekarang akan berubah, dan itu membuatku takut

Tapi tetap saja....aku tidak ingin menyimpan rahasia ini lagi dari Emilia, Reus maupun Sirius-san.

....Tidak apa-apa, ini lebih mudah daripada rasa takut yang kualami hari ini.

Mereka pasti akan menerimanya.

Dan aku percaya ini akan diterima tanpa mengubah apapun....Aku sudah memutuskan.

Bahkan jika akan menyesal, aku harus berjalan tegak ke depan.


☆☆☆Chapter 36 berakhir disini☆☆☆

>Catatan penulis : Bagian tentang para muridnya telah selesai.

Cerita mereka masih akan berlanjut seperti ini. Karena mereka masih perlu banyak hal untuk tumbuh, aku akan tetap menulisnya.
Bab kali ini memiliki perkembangan yang agak drastis (Lol). Jika benar, aku akan membuat rencana untuk mengedit bab ini secara keseluruhan lain kali. Tentu saja, itu tergantung dari jumlah waktu dan idenya.

Gregory ini, harusnya dia segera modar. Tapi, tidak jadi karena orang itu masih diperlukan di lain waktu.


ke Halaman utama World Teacher
Ke Chapter selanjutnya


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kusoge Online (BETA) Bahasa Indonesia

Short Story: [Katanya Kalau Perjaka Sampai Umur 30 Kamu Bisa Jadi Penyihir!]