World Teacher chap 5 B. Indonesia

Chapter 5 Waktu Pertama di Luar
Diterjemahkan oleh I-Fun Novel




Bagian 1

"Erina!"

Aku mulai berlari setelah membiarkan jeritan yang bahkan mengejutkanku sendiri.

Aku bergegas sampai ke Erina dan memastikan kondisinya.

Hal pertama yang aku rasakan adalah suhu tinggi yang abnormal. seluruh tubuhnya panas, kesulitan bernafas dan dibanjiri keringat. Ini jelas buruk, tapi aku tidak harus membuat dia beristirahat di dapur. Aku mencoba memanggilnya beberapa kali, hanya saja mungkin dia tidak sadar atau tidak mampu merespon. Aku tidak benar-benar ingin memindahkan dirinya, namun apa boleh buat.

Setelah mempersiapkan diri, aku mengangkat tubuhnya. Anak tiga tahun seharusnya tidak mampu mengangkat seorang perempuan dewasa dan di saat inilah pelatihanku menunjukkan hasil. Aku membawanya di punggung dengan agak canggung, sambil perlahan-lahan melangkah agar tidak menyakitinya. Terus terang, itu sulit, tapi untungnya kamar Erina dekat.

Begitu tiba dengan aman, aku membaringkan tubuh Erina ke tempat tidur lalu kemudian kembali menuju dapur.

Aku pernah mempelajari ilmu kedokteran dalam hidupku dulu, tapi disini adalah dunia yang berbeda. Meskipun aku bisa memperkirakan penyakit yang sesuai dengan gejala, bisa saja itu menjadi sesuatu yang berbeda.

Menyisihkan pemeriksaan, fokus pertama adalah untuk mengembalikan cairan tubuh. Setelah banyak berkeringat, dia akan mengalami dehidrasi. Aku mengisi cangkir kayu dengan air, dan memotong halus beberapa Apu untuk membuat semacam teh. Mengambil kumpulan Apu yang telah dicincang, aku menekan lalu mencampurkannya ke dalam cangkir berisi air. Terakhir, aku menyiapkan ember lengkap dengan air dan handuk, lalu kembali lagi ke kamar Erina bersama semua itu.

Ketika sampai, Erina telah terbangun.
Namun wajahnya pucat, terlihat tidak mampu untuk bahkan menaikkan bagian atas dari tubuhnya.
Tatapannya beralih kemari dan mengisyaratkan penyesalan.

"Sirius-sama....aku sangat minta maaf...."

"Tidak apa-apa! Jangan khawatir! Untuk sekarang, minumlah air ini dulu"

Aku menopang cangkir ke mulutnya dan perlahan-lahan memiringkan itu. Dia terlihat dapat menelan minuman, sehingga aku berhati-hati untuk tidak membuatnya tersedak. Kira-kira tersisa setengah, aku menjauhkan cangkir dan mulai mengusap keringat Erina dengan kain di ember yang sudah diperas. Setelah memerasnya lagi, aku menaruh kain itu di dahinya.

"Aah....aku merasa jauh lebih baik. Terima kasih banyak"

"Sudahlah, yang lebih penting, apa yang terjadi? Apa kau sedang sakit?"

"....Ya, mungkin....ini penyakit Air"

Penyakit Air? Perasaanku mengatakan bahwa aku pernah mengetahuinya..... Ah! Dari buku Catatan Perjalanan Albert.

Jika tidak salah,pada buku itu tertulis ada sebuah desa tertentu yang mengalami banyak kematian disebabkan penyakit air....Tunggu, bukankah penyakit ini berbahaya?! Karena buku itu bukan buku tentang medis, hanya terdapat nama dan akibat dari penyakitnya, jadi aku tidak terlalu mengerti secara spesifik.

"....Jangan khawatir....Ini akan baik-baik saja ketika Dee dan Noel kembali besok"

Mungkin dia menyadari bahwa aku panik, Erina berbicara seakan menenangkanku.

"Sebenarnya kita memiliki obat untuk penyakit ini....Tapi karena persediannya sudah habis, aku menyuruh mereka berdua pergi untuk membeli beberapa"

"Be-Begitu ya. Jika bisa menyembuhkanmu, maka itu bagus"

"Aku hanya harus bersabar sampai besok....Orang-orang dengan atribut air lah yang dapat terkena penyakit ini, tapi aku tidak yakin apakah Sirius-sama bisa tertular juga....Jadi, tolong jangan terlalu dekat denganku sampai keduanya kembali"

"Baiklah. Namun, karena kau mungkin masih perlu hal-hal seperti air, aku ingin kau memperbolehkanku untuk merawatmu, bahkan jika itu hanya sedikit"

"Kalau begitu, apa boleh buat. Terima kasih atas bantuannya...."

Mungkin lega, Erina langsung kehilangan kesadaran seperti lampu yang tombolnya telah dimatikan.
Oi oi, menunggu sampai besok dalam situasi ini? Aku tidak bisa menghentikan rasa khawatir sama sekali. Berpikir 'mungkin ada sesuatu yang bisa kulakukan', aku lalu mencoba memeriksa kamar Erina. Dia memiliki catatan  tentang pengetahuan farmakologi dan barang-barang seperti alat peracikan. Kemungkinan sesuatu seperti obat yang memulihkan kekuatan fisik ada disini.

Sayangnya, tidak ada hal seperti itu. Sebaliknya, aku menemukan sebuah buku. Judulnya terlalu panjang dan juga bertele-tela, namun aku berhasil menyingkatnya menjadi bentuk yang lebih sederhana. {Ensiklopedia Penyakit}.

Metode utama mengobati orang di dunia ini adalah dengan menggunakan sihir, membuat pengetahuan medis tertinggal zaman. Mungkin karena itu, buku ini sangat tipis. Aku membukanya dan mencari gejala-gejala penyakit air. Karena tidak memiliki daftar isi, butuh waktu lebih dari yang di harapkan, tapi aku berhasil menemukannya dengan cepat melihat sekilas dan melompati halaman-halamannya.

Penyakit Air.
Sebuah penyakit ketika Mana mulai secara spontan memancar dari dalam tubuh.
Pada saat itu, tubuh menghasilkan panas abnormal, dan sulit bergerak karena demam tinggi.
Anehnya, hanya orang-orang beratribut air yang dapat menderita penyakit ini. Ditambah, itu sangat menular.

Untuk penyembuhan, digunakan obat yang terbuat dari racikan rumput Kelpie.
Jika tidak ditanggapi dalam waktu setengah hari, pengidapnya akan mengalami penipisan Mana ekstrim dan demam tinggi, yang bisa berujung ke kematian.
Karena itulah, walau dapat disembuhkan, penyakit ini dikenal di seluruh dunia sebagai hal yang mengerikan.

Ini benar-benar tidak aman sama sekali!!.
Erina terinfeksi penyakit air sore ini, sedangkan Dee dan Noel akan kembali besok. Kasus terburuk seperti yang tertera di buku, jika kami hanya menunggu mereka berdua, dia bisa kehilangan nyawa.
Sangat membujuk diri untuk 'Jangan khawatir'....Dia mungkin ingin menenangkan diriku, tapi persetan dengan itu! Aku akan bertindak sesuai keinginanku!.
Pikiranku memutuskannya dengan cepat.

Aku memeriksa setiap buku di dalam kamar ini lalu menemukan satu yang berhubungan dengan tanaman obat. Aku bermaksud mencari penjelasan tentang {rumput Kelpie}. Karena metode peracikan tertulis dalam buku sebelumnya, sisanya sekarang adalah bahan-bahan yang diperlukan. Sambil menenangkan ketidak sabaranku dan membalik halaman dengan terburu-buru, aku akhirnya menemukan kata 'Rumput Kelpie'.

Rumput Kelpie.
Spesies tanaman medis yang memiliki bentuk khas. Tumbuh dengan menyerap Mana dibawah air.
Digunakan dalam berbagai racikan, dan memiliki khasiat besar pada orang dengan atribut air.
Tumbuh secara alami di tepian sungai atau danau yang memiliki aliran Mana tebal, juga relatif mudah untuk dikumpulkan.

Di halaman ini juga terdapat gambar dari rumput Kelpie. Jadi, aku dengan sungguh-sungguh merekamnya dalam benakku.

Menaruh buku itu, aku membuat persiapan untuk mengumpulkan tumbuhan yang dimaksud. Adapun senjata, pisau dapur sudah cukup. Memang digunakan untuk memasak, tapi sebagai alat di keadaan darurat, ini tidaklah masalah. Tidak perlu juga dengan sejenis pakaian pelindung. Aku sedang di tuntut dalam operasi yang memprioritaskan pada kecepatan. Untuk berjaga-jaga, aku menaruh air dan beberapa potongan Apu disamping kasur Erina.

Setelah mempersiapkan segalanya di tas kecil yang tergantung pada pundak, aku melesat keluar dari pintu masuk sambil menengok ke arah langit. Hari sudah gelap.

Bulan yang lebih besar dari duniaku sebelumnya menyelimuti pandanganku dengan sinar samar. Malam ini adalah purnama.

Tujuanku adalah hutan yang ada di sisi berlawanan dari pintu masuk. Aku tidak pernah pergi sejauh ini karena ada larangan dari Erina, tapi kepalaku masih mengingat adanya suara aliran air dari arah sana. Jika mengikutinya, mungkin aku bisa menemukan rumput Kelpie.

Dalam dunia penuh monster, seorang anak yang berlarian di sekitar hutan pada malam hari merupakan suatu hal gila. Namun tak ada waktu untuk disia-siakan. Jika aku gagal disini, penyesalan akan terus bertahan seumur hidupku. Aku akan menyelamatkan seseorang yang mampu kuselamatkan. Dengan terbentuknya tekad baja, diriku menyerbu ke dalam hutan.

Karena pijakan yang tidak stabil ditambah banyaknya rintangan, bahkan berjalan kaki akan menguras kekuatan fisik. Aku memang memiliki pengalaman di hutan sebelum berenkarnasi, namun dalam tubuh seorang anak tiga tahun, stamina ini takkan berlangsung lama. Sambil menghindari cabang-cabang pohon, aku maju dengan mengontrol sebisa mungkin konsumsi stamina.

Tidak lama, penglihatanku menangkap sebuah sungai kecil. Aku lalu mulai mencari rumput Kelpie.

"....Tak ada satu pun?"

Mengumpulkan tanaman ini kelihatannya saja yang mudah, tetapi sulit di sebuah sungai yang mengalir, kan? Tertulis 'di tepian sungai dengan Mana tebal', mungkin aku harus pergi ke hulu atau hilir. Setelah menancapkan kayu di tanah sebagai penanda, langkahku bergegas jauh ke dalam hutan lebat menuruti sungai ini.

Sekitar 20 menit terlewati, diriku mencapai sebuah danau kecil yang terhubung dengan sungai. Danau ini memiliki beberapa cabang sungai, dan aku datang dari salah satunya.

Mengingat luasnya tempat ini, kemungkinan besar rumput Kelpie bisa ditemukan. Sinar rembulan dengan bebas menerangi seluruh wilayah karena pohon-pohon besar yang sedikit, membuat pandangku juga semakin meluas.

Dan tiba-tiba....suatu kehadiran bisa dirasakan, menyebabkan diriku berhenti bergerak. Ada kemungkinan ini adalah semacam binatang buas, jadi aku memilih bersembunyi di sebuah pohon dan mengawasi situasi.

Tentu saja, ada sesuatu di sana.

Goblin.
Sejenis monster seperti manusia dengan tubuh berwarna hijau dan tanduk di dahinya.
Dalam skala pengukuran di hidupku dulu, tingginya sekitar 1 meter. Memakai cawat yang terlihat melilit pinggang sambil membawa sepotong kayu sebagai senjata. Kemampuan fisik mahkluk ini setara dengan seorang pria dewasa, gerakannya juga lambat dan tidak cerdas.

Sebagai gantinya, pertumbuhan dan perkembangbiakan mereka cepat sampai terbilang abnormal. Memiliki kebiasaan bekerja sama dalam kelompok, sehingga sering membentuk unit penaklukan untuk berburu.

Karena omnivora, mereka juga bisa memakan manusia. Dalam kasus kalau itu perempuan, mereka akan menculik, memperkosa dan memaksa untuk melahirkan anak-anaknya.
Jika seseorang mampu mengalahkan goblin bersenjata sendirian, orang itu akan di anggap sebagai petualang pemula.

Tersebut di atas adalah kesimpulan yang aku dapatkan dari buku Catatan Perjalanan Albert.
Dengan kata lain, goblin bukanlah musuh yang mampu dilawan seorang anak berusia tiga tahun.
Terlebih lagi, jumlah sekarang ada tiga....tidak, karena bukan manusia, takkan aneh jika ada tiga goblin. Meskipun begitu, aku tetap akan menantang mereka. Itu karena pengumpulan rumput-ku terhalang oleh kemunculan mahkluk-mahkluk ini. Para goblin hanya duduk disana, tanpa niat untuk berpindah ke tempat lain. Waktu semakin menyempit, kalau masih tidak mau bergerak, maka aku tidak punya pilihan selain melenyapkan mereka.

Mencengkeram pisau, aku mengambil sebuah batu di dekat kakiku, dan melemparkannya dengan sasaran daerah di belakang para goblin. Bunyi jatuh benda padat menarik perhatian, dan membuat mahkluk-mahkluk itu berpaling. Disaat itulah, aku bergegas keluar, melesat ke arah mereka.
Postur tubuhku rendah sambil berlari kencang.

Meskipun para Goblin berbalik mendengar suara langkah kaki, jarakku dengan mereka sudah sangat berkurang. Karena diriku yang lebih pendek, untuk sesaat mereka tidak melihatku. Jika mahkluk-mahkluk ini menurunkan pandangannya sedikit saja, maka aku sudah akan ketahuan.

Memanfaatkan keuntungan dari kesempatan ini. Dalam waktu sekejap, aku menusuk tenggorokan salah satunya menggunakan pisau.

Bersamaan dengan darah segar yang menyembur keluar membasahi pakaianku, dua goblin lain sejenak tercengang, mata mereka terbuka lebar. Sebagai mantan pendidik, aku secara naluriah ingin mengkuliahi mahkluk-mahkluk ini tentang keadaan menyedihkan 'berdiam diri selama pertempuran'.
Aku memutar tubuh dan menyiapkan pisau dengan momentum yang dihasilkan, targetnya adalah tenggorokan goblin kedua hanya saja, bilahnya patah di tengah jalan. Tapi itu bukan alasan untuk berhenti bergerak. Aku mengambil bagian yang rusak dan dengan telapak tangan, mendorong sekuat mungkin ke goblin sebagai bentuk serangan tertunda. Merasakan adanya perlawanan, tanpa melambat sedikitpun, tubuhku melompat untuk menjauhkan diri saat bergulung, membuat jarak tiga kali.
Melihat ke belakang, dua goblin telah runtuh. Mereka meninggal dengan berkedut.
Satu tersisa.

Namun, aku sudah tidak memiliki senjata apapun. Ditambah lagi, tanganku terluka karena mencoba mendorong pisau yang rusak tadi. Goblin yang kini sendirian berteriak dalam kemurkaan, mungkin dia telah pulih dari rasa takut atau tercengang. Aku juga baru menyadari satu hal sekarang. Apa yang di genggam oleh goblin ini bukanlah sepotong kayu, melainkan pedang. Lebih tepatnya pedang pendek karena bilahnya yang kecil, aku pikir dia mengambilnya dari manusia.

Sementara mengamatinya, goblin itu tiba-tiba berhenti bergerak dan tertawa dengan suara serak. Apa dia berpikir 'Musuh hanyalah seorang anak' dan meremehkanku? Dia tidak berpikir kalau yang menghabisi dua temannya dalam beberapa detik adalah anak ini, kan? Aah, benar juga, 'Goblin mempunyai kecerdasan rendah'. Meskipun tahu yang kuhadapi tidak lebih dari binatang, bertarung setengah-setengah tanpa kewaspadaan bisa berakibat fatal. Baiklah, aku akan memanfaatkan kepercayaan bodohnya.

Kali ini, diriku melesat tanpa menurunkan postur. Goblin tertawa sambil menebas. Aku memiringkan tubuh dan dengan mudah menghindarinya. Kemudian, pikiranku mulai berkonsentrasi, dan merangkai kata-kata mantra, membayangkan Mana seukuran bola bisbol di tanganku sebagai peluncur granat.

"Mahkluk dari kegelapan, para paladin cahaya, bantu diriku mem---"

Argh, apa pun itu!

"---{Impact}!!"

Bertujuan pada wajah goblin, aku menembakkan bola padat Mana dari jarak dekat. Terkena pukulan, tubuhnya terhempas ke udara sejenak. Mahkluk itu memegang wajahnya sambil meliuk-liuk dan berteriak.

Senjata milik goblin ini terlepas. Menggunakan kesempatan itu, aku mengambil pedang yang tergeletak dan menusukkan ke tenggorokannya menggunakan segenap berat badanku.
....Dengan begitu, pembunuhan monster pertama-ku berakhir.

Pertempuran usai, aku memastikan tak ada lagi musuh di sekitar lalu mengambil napas lega....Tidak, diri ini tidak bisa tenang hanya dengan satu helaan. Mungkin aku lebih lelah dari yang diharapkan. Bahkan jika pikiran sudah terbiasa dengan pertumpahan darah, tubuhku sekarang masihlah seorang anak tiga tahun, mungkin telah terdorong sampai batas. Hanya ketika agak tenang, mataku terpejam, dan perlahan-lahan berhitung sampai tiga.

Itu adalah trik kecil, seperti tombol yang merubah keadaan tempur-ku ke keadaan normal. Pada saat membuka mata, diriku sudah sungguh menenang. Sekarang, kembali ketujuan asli.

Walaupun aku sempat berpikir ini akan sulit, pandanganku segera menangkap tumbuhan tersebut ketika mendekati sisi danau. Satu rumput memang cukup, tapi aku memetik lima hanya untuk berjaga-jaga dan menaruhnya dalam tas bahu. Setelah mencuci wajah yang berlumuran cairan merah, aku bergegas kembali. Alasannya adalah bau darah akan menarik monster lain.

Langkahku tersandung beberapa kali karena kelelahan, namun berhasil sampai ke rumah tanpa bertemu monster apapun. Itu mungkin sekitar dua jam sejak aku berangkat.

Ketika memeriksa kondisi Erina, dia masih bernapas kasar, kesadarannya juga samar. Tak ada waktu, aku membuka buku dan mulai peracikan menggunakan alat-alat yang kutemukan tadi di kamar ini
Menaruh rumput Kelpie di atas lesung, aku menumbuknya sampai halus. Hal sama juga dilakukan untuk buah seperti kenari yang telah kusiapkan. Setelah berubah menjadi pasta berwarna hijau, aku harus memasukkannya ke dalam air panas---....tunggu, air panasnya tidak ada!!
.
Beralih ke dapur, aku membuang kayu bakar ke dalam tungku memasak dan memasukkan Mana pada alat sihir yang terpasang disana. Jika ini keadaan biasa, kayu-kayu itu akan langsung terbakar, tapi hasilnya nihil meskipun berulang kali mencoba. Ketika aku memeriksa alat sihir, ternyata terdapat bagian yang hilang pada formasi lingkaran sihirnya.

Diingat-ingat lagi, aku diberitahu pagi tadi bahwa alat sihir ini rusak.
Kalau begini, aku akan menggunakan batu api. Hanya saja kotak yang berisi batu-batu itu sudah tergeletak dengan isinya yang tersebar dan pecah. Mungkin ini terjadi di waktu Erina runtuh. Namun tak ada kebakaran yang muncul karena lantainya terbuat dari batu biasa. Entah apakah bisa disebut keberuntungan atau kesialan....Aku hanya harus membuat api sendiri.

Dengan melancipkan kayu menggunakan pisau cadangan di dapur, aku mengumpulkan pecahan batu dan mengarahkan ujung kayu di tengah-tengahnya. Memakai cara primitif, yaitu memutar-mutar kayu untuk menciptakan panas akibat gesekan. Metode ini cukup menguras banyak tenaga, tapi karena bahan yang dipakai, api muncul begitu mudahnya.

Memperbesar api dengan meniupkan udara, aku meletakkan panci berisi air. Seusai mendidih, aku mencampurkan semua hasil penumbukan kedalamnya. Warna ramuan di awal adalah hijau, namun lama-kelamaan menjadi transparan. Bagian transparan inilah yang merupakan obat untuk penyakit air. Setelah mengisinya ke sebuah cangkir, aku akhirnya selesai.

Tertulis di buku 'Produk jadi tidak berwarna dan memancarkan cahaya redup'. Karena hal yang sama persis terlihat pada ramuan buatanku, mungkin ini sudah cukup tepat.

Sebentar membiarkan obatnya mendingin, aku lalu berlari ke Erina.

"Erina, minumlah. Ini obat"

"Ah....aah...."

Dia tampak sudah siuman tetapi juga bingung. Sambil bergumam sesuatu, pandanganya menatap ku ruang kosong.

Begitu buruk, aku harus membuatnya meminum ini walaupun dengan cara memaksa.

"Aku, sangat menyesal....Maafkan aku....aku....aku...."

Untuk apa kau meminta maaf?!.

Sialan!! Meskipun telah mencoba menenangkan diri sendiri, perasaan ini mengambil kendali, aku terlalu emosional. Sudah cukup!! Adrenalin memuncak dan diriku tak kuat lagi menahannya.
"Minum saja! Aku takkan memaafkanku kalau kau tidak melakukannya!!"

Tubuh Erina gemetar saat terhempas dengan teriakan amarah. Tatapan kami bertemu, aku melotot lalu membawa cangkir untuk mendekati mulutnya. Dibutuhkan beberapa menit sampai dia selesai meminum seluruh isi obat. Terakhir, aku memberikan satu kata sebagai perintah.

"Tidur"

Walaupun nada yang keluar dariku cukup kasar, tapi Erina dengan diam terpejam dan mulai membuat suara napas tenang. Tetesan air mata mengalir ke pipinya, tapi itu mungkin sebagai bentuk kelegaan.
Saat meninggalkan cangkir kosong di lantai, aku sadar bahwa krisis hari ini sudah berakhir. Setelah melakukan apa yang bisa dilakukan, semua yang tersisa adalah untuk menunggu hasilnya. Tubuhku telah melewati batas. Kesadaranku lepas ketika diriku jatuh disamping Erina.

☆☆☆☆
Bagian 2

Suatu sensasi lembut terasa di kepalaku.

Itu adalah belaian penuh kasih yang biasanya diriku terima.

"....Erina!"

Sontak, aku terbangun dengan kepala yang terangkat secepat mungkin.
"Ya, aku disini...."

Ini adalah Erina yang selalu tersenyum.

Rambut dan pakaiannya memang kusut karena keringat, tapi wajahnya sudah tidak pucat lagi. Dia berada di keadaan cukup mampu untuk mengangkat bagian atas tubuh sambil mengelus kepalaku. Menengok ke luar, cahaya telah bersinar terang, menandakan pagi yang datang.

Situasi terburuk 'setengah hari' sudah usai.

"....Syukurlah...."

Seperti ini, aku bisa tenang melihat wajah Erina.

Tampaknya sudah sembuh dari penyakit air, dia hanya harus beristirahat. Mungkin karena tidur dalam posisi yang aneh, ketika mencoba berdiri untuk membuatkan makanan, kaki ini tidak menanggapi dengan semestinya, membuat diriku roboh ke arah Erina. Apa yang aku lakukan, membuat seseorang yang baru sembuh untuk melakukan pekerjaan rumah tangga? Aku mencoba untuk bangun dengan perasaan menganggap diri sendiri menyedihkan, tapi aku tidak bisa.

Itu karena Erina menahan diriku erat dalam pelukannya.

"....Erina?"

"Terima kasih. Aku hanya ingin mengucapkan....terima kasih"

Wajahku termakamkan di dada Erina. Walaupun sedikit sulit bernafas, rasanya agak bagus....Tidak, tunggu dulu. Setelah semua yang terjadi, aku masih belum mengganti pakaianku sendiri.

"Umm, Erina? Kau akan terkena noda jika terus seperti ini...."

"Aku tidak keberatan dengan noda dari seseorang yang sudah menyelamatkanku"

"Ba-Baiklah. Tapi, kau tahu, aku tidak ingin kau kotor karena darah"

"Darah!? Apa kau terluka?!"

Woah, dia melepaskan diriku dari pelukannya begitu saja.
Dia kemudian menggunakan matanya, seakan memindai seluruh tubuhku dan menemukannya segera. Apa yang kukenakan memiliki banyak noda merah dari darah goblin. Meskipun butuh usaha keras untuk membuatnya sehat, wajah Erina menjadi pucat sekali lagi.

"Tenanglah, karena ini bukan darahku"

"Ta-Tapi, kau berlumuran darah!"

"Yahh...."

Baiklah....apapun itu, aku akan mengatakan yang sebenarnya. Ini berarti bahwa aku akan memajukan rencana pengungkapan diri lebih awal.

"Ini adalah darah goblin. Mereka menghalangiku ketika sedang mengumpulkan rumput Kelpie, jadi aku mengalahkan mereka"

"Goblin!? Selain itu, selama pengumpulan rumput Kelpie, mengalahkan mereka?!"
"Ya. Dengan pisau dapur dan seperti ini....lihat?"

Aku membuat gerakan yang persis saat diriku menusuk tenggorokan goblin.

Seperti yang diharapkan, Erina tercengang, tapi aku menatapnya langsung dengan tampilan keseriusan, mengisyaratkan bahwa ini bukanlah lelucon. Melihat wajahku seperti itu, dia menjadi agak tenang.

"....Sirius-sama, apa yang sebenarnya terjadi?"

"Aku pikir ada berbagai hal yang perlu kita bicarakan satu sama lain. Aku bersedia mengungkapkannya, Erina juga sama, kan?"

"....iya"

"Hanya saja, kita harus beristirahat untuk saat ini. Hal itu bisa diurus setelah keadaan masing-masing membaik"

"Itu benar. Aku telah berperilaku memalukan"

Kisah yang akan kuceritakan padanya mungkin merupakan suatu hal gila, jadi aku pikir kami harus membahasanya setelah keadaan menjadi tenang.

Setelah menyerahkan baju ganti pada Erina, aku meninggalkannya dan menuju ke kamar sendiri untuk berganti pakaian. Aku tersadar akan begitu canggungnya pertarungan malam kemarin saat melihat betapa banyaknya darah goblin yang terciprat pada apa yang diriku kenakan.

Seusai membersihkan tubuh dengan air sumur di luar, aku memutuskan membuat makanan ringan. Menyiapkan roti, aku memotongnya menjadi bagian-bagian seukuran satu gigitan, lalu mencelupkannya kedalam campuran susu, gula dan telur mentah. Setelah itu, dipanggang sampai permukaannya menjadi agak matang, versi dunia lain dari Roti Perancis-pun selesai. Memang bukan roti tawar, bahkan mungkin aneh untuk menyebutnya 'Roti panggang', tapi itu tidaklah penting. Aku cukup percaya diri dengan rasanya. Dan dengan teh favorit, aku membawa semua ini ke kamar Erina.
Mengetuk pintu, aku masuk dengan izin pemilik ruangan.

Aku telah mengatakan kepadanya untuk tidak bergerak dari tempat tidur. Tapi seperti yang sudah diduga, dia telah selesai merapikan seluruh hal dikamarnya. Aku akan membiarkan dirinya makan sebelum memulai pembahasan.

"Aku ingin tahu, apa ini? Untuk pertama kalinya aku melihat makanan seperti ini"

"Ini disebut 'Roti Perancis'. Sangat manis dan lezat"

"....Kalau begitu, itadakimasu"

Aku benar-benar ingin membuat bubur karena lebih sesuai, namun tidak ada beras....itulah sebabnya aku mempertimbangkan hal-hal ini dan menetapkan untuk membuat sesuatu yang lembut sekaligus mudah untuk di di cerna. Erina mencicipi sepotong. Senyum lalu merekah sambil mengangguk beberapa kali.

"....Sangat lezat. Aku bisa merasakan perasaan Sirius-sama"

"Begitu kah? Kau masih dalam masa pemulihan, jadi jangan berlebihan, ya?"

"Itu bukanlah sanjungan, melainkan pemikiran jujur dariku. Menerima perawatan sebaik ini, aku merasa diberkati"

Aku juga merasa senang melihat sosoknya yang dengan senang hati terus makan.
Dalam sekejap, ia telah selesai. Kami meminum teh dan bersantai sejenak agar isi perut merosot.
Baiklah, inilah waktunya pembahasan yang akan mengubah keadaan dalam hidupku.

"Erina, sudah waktunya kita ke titik utama"

"....Aku mengerti"

"Jadi, ini tentang diriku, tapi---"

"Tolong tunggu sebentar"

Mulutku berencana mengatakan itu semua dengan cepat, sayangnya secara mendadak terkatup di tengah jalan.

Ya ampun. Jiwaku memang seorang pria tua, tapi tetap saja butuh banyak keberanian untuk mengungkapkan hal semacam ini.

"Sebelum itu, tolong biarkan aku menjelaskan sesuatu. Ini tentang ibu Sirius-sama"

Ooh, akhirnya tentang ibuku, ya?.

Namun, ekspresi Erina terlihat kaku. Mungkin ini merupakan topik yang tidak mudah untuk diungkapkan.

"Maaf, tapi ada lukisan di dalam laci itu. Jika boleh...."

Persis seperti katanya, ketika membuka laci yang dimaksud, ada satu kertas seukuran A4 di dalam.
Apa yang terlukiskan disana adalah seorang wanita.

Dengan kata lain, orang ini adalah....

"Namanya adalah Miliaria Eldrand. Ibu kandung Sirius-sama"

Memang tidak sampai ditingkat sebuah foto, tapi penggambarannya sendiri sangat bagus dan dicat dalam berbagai warna.

Melihat rambut hitam yang mengalir, dan mata lembut miliknya, perasaan damai misterius membungkus diriku.

Secara naluriah, aku memahaminya. Wanita dalam lukisan ini, tanpa diragukan lagi, ibuku.

"Dan, pada saat yang sama setelah melahirkan Sirius-sama....dia meninggal"

☆☆☆Chapter 5 berakhir disini☆☆☆

Ke Halaman utama The World Teacher
Ke Chapter selanjutnya

Comments

Popular posts from this blog

Kusoge Online (BETA) Bahasa Indonesia

Short Story: [Katanya Kalau Perjaka Sampai Umur 30 Kamu Bisa Jadi Penyihir!]