Big Life chap 4, 5, 6 B. Indonesia

Chapter 4, 5, 6 It's an Incredible Gift.
Diterjemahkan oleh I-Fun Novel


Mata Jaegun tiba-tiba melebar sambil mulutnya terbuka. Saat ia menyentuh anak kucing itu, sensasi yang tak terlukiskan berjalan melalui lengan dan menjalari tubuhnya.

"Urgh....A-Apa? Apakah aku minum terlalu banyak? "

Bahkan kepalanya mulai sakit. Jaegun membungkus satu tangan di atas kepalanya dan berteriak.

"Arrhhg, aku pasti kebanyakan minum! Aku harusnya beristirahat sekarang. Kau mungkin mau datang ke rumahku untuk saat ini juga? Tapi aku harus menggunakan 2 tangan untuk membawa kotak...."

Dengan kata-kata Jaegun, anak kucing melompat ke atas kotak. Melihat adegan lucu ini, Jaegun sejenak melupakan rasa sakit dan mengeluarkan seringai. Saat ia mengangkat kotak, anak kucing itu sudah tenang menunggunya.

"Namamu adalah Rika, kan?"

"Meong~"

"Aku mungkin tidak dapat memberimu makan kecuali susu di rumah. Apa itu tidak apa-apa?"

"Meong~"

"Begitu aku bangun besok, aku akan mencarikan pemilik untukmu. Aku hanya seorang penulis novel tanpa apapun"

"Meong~ Meong~"

....


Malam itu, Jaegun memimpikan hal pertama yang sudah lama tidak datang.

Seorang pria tua berusia 60-an ada di sana, dengan hangat tersenyum pada Jaegun. Dia mendekatinya dan meletakkan sepotong nasihat.

-Tulislah kisah yang ingin dirimu tulis, tetapi kau harus ingat untuk membedakan antara apa yang kau ingin tulis dan menulis untuk semata-mata mencari uang.

-Janganlah lupakan apa yang kau janjikan untuk dirimu sendiri ketika sudah memutuskan untuk mengambil pena. Kau harus selalu mengingat apa yang kau sudah janjikan untuk dirimu di awal.

"Urggghhhh...."

Jaegun mengusap kepala yang membara karena alkohol dan terbangun dari tidurnya.

"Meong~"

Rika, yang menjaganya di samping tempat tidur sepanjang malam, mendekat sementara mengeluarkan suara. Jaegun membelai bola bulu yang bergesekan dengan pipinya dan berdiri.

"Kau tidur dengan baik Rika? Awalnya aku harus berjalan-jalan di sekitar lingkungan. Dan kau, bermainlah dengan mainan sementara aku mulai mengerjakan proyek milikku---...."

Jaegun tidak bisa menyelesaikan kalimatnya dan hanya menutup mulut. Dia menatap lekat-lekat pada Rika dengan wajah lelah penuh kekosongan. Dua bola matanya dengan liar gemetar.

"....Ri-Rika....aku sudah....mengetahuimu....?"

"Meong~"

Jaegun dalam keadaan kebingungan yang ekstrim. Tiba-tiba saja, pikirannya sendiri di banjiri kenangan bersama Rika. Apa artinya ketika itu adalah pertama kali dirinya berjumpa dengan kucing ini.

"...A-Apa? Apa? I-Ini? "

Kenangan baru tidak hanya tentang Rika. Seluruh tubuhnya bergetar saat dia menjelajahi kenangan itu satu per satu. Pecahan-pecahan memori tidak masuk akal atau apakah semua itu memang sudah di atur?

Sebuah adegan dimana dirinya berjalan-jalan dengan Rika, sebuah adegan dia menulis cerita di suatu tempat, adegan gadis muda yang marah mencampakkanya karena ketidakcocokan, dll....Semua adegan tersebut berjalan melewati pikirannya seperti awan yang mengambang di luar.

Sebuah memori dari gambar muncul dalam pikiran Jaegun. Sosok dalam gambar itu membuat Jaegun mengingat mimpinya semalam.

'Itu, orang tua dari mimpi!'

Dia benar-benar lupa tentang isi mimpinya sampai sekarang. Sosok tersebut adalah orang tua dari mimpinya yang memberikan berbagai nasihat. Kenangan dari orang tua itu, untuk beberapa alasan, mengalir ke otak Jaegun.

Jaegun berlari ke luar apartemen satu kamarnya, mengenakan sandal yang tidak cocok. Di belakangnya yang terengah-engah adalah Rika, cepat mengikutinya.

Tempat yang Jaegun tiba adalah kuburan di gunung. Menatap nisan sementara bernapas tersengal-sengal, dia lalu segera membeku.

-Seo Gunwoo (1952 ~ 2012)

"....Bagaimana ini bisa....?!"

Giginya menderam saat ia jatuh ke tanah. Nama orang tua yang dengan tegas menanamkan kenangan ke dalam dirinya adalah Suh Gunwoo. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi. Kenangan orang lain, dan orang sama yang telah lama mati pada saat itu, tertancap ke dalam pikirannya. Jaegun mencoba mencubit pipi. Dia merasakan sakit, itu pastinya bukan mimpi.

"Apa? I-Ini? "

Memori lain muncul dalam pikirannya. Itu tak lain adalah alamat jalan dari Seo Gunwoo.

"Pyeongchang-dong....District Jongno....Seoul....?"

Jaegun mendengar alamat yang keluar dari mulutnya sendiri.

Pyeongchang-dong berada di kota yang sama dengan dia dan itu tidak jauh dari tempatnya berada. Jarak itu bisa di tempuh dalam 40 - 50 menit dengan naik kereta bawah tanah.

"Aku pastinya perlu untuk pergi ke sana"

Pertama, Jaegun datang kembali ke rumah dan dengan cepat mandi. Ia lalu mengemas barang-barang yang diambilnya kemarin pada sebuah ransel kuning besar. Laptop, pena, mug, dan gelas. Setelah selesai, dia memegangi anak kucing di pelukannya.

"Kau datanglah juga. Ini mungkin rumahmu"

"Meong~"

Jaegun naik kereta bawah tanah sambil menggendong Rika. Dia ingin menggunakan taksi karena membawa kucing, namun dalam situasi keuangan ini, ia tidak punya pilihan selain untuk memakai transportasi umum.

"Ah, apa-apaan ini. Membawa kucing dalam kereta bawah tanah"

"Aku memiliki alergi juga, benar-benar"

"Saya sangat menyesal. Saya minta maaf. Saya akan turun segera"

Saat ia sedang deras meminta maaf kepada para penumpang, waktunya untuk turun tiba. Jaegun memeluk Rika dan cepat keluar dari kereta bawah tanah.

'Ayo kita lihat, alamatnya adalah....'

Vila-vila menjadi banyak saat dirinya mendekati alamat yang dituju. Tiba-tiba, dia berhenti di depan sebuah tempat pada gang sempit.

"Meong!"

Tanpa peringatan, Rika melompat ke tanah dan memimpin. Jaegun mengikutinya dari belakang melalui gang berbelok dan berputar.

Tiba-tiba, keduanya berhenti di depan sebuah villa. Jaegun melihat alamat yang terukir di samping pintu masuk. Itu persis sama dengan alamat dari kenangan Seo Gunwoo.

"Kau mengingatnya dengan baik karena ini rumahmu. Ayo kita masuk dengan cepat"

Jaegun berjalan ke depan villa dan menekan bel pintu suite 201. Setelah waktu yang lama, suara seorang pria datang melalui interkom.

"Siapa ini?"

"Ah iya. Permisi....Mungkinkah ini rumah seseorang bernama Seo Gunwoo?"

"….Apa masalahnya?"

Suara pria itu berubah gelap dalam sekejap. Jaegun berdeham dengan batuk dan cepat menjawab.

"Sebenarnya, makamnya dekat kediaman saya. Ada sebuah laptop dan berbagai barang lainnya. Saya juga menemukan kucing dan bertanya-tanya apakah barang-barang tersebut adalah milik Anda"

"Bagaimana kau menemukan tempat ini?"

"Alamatnya ditulis pada selembar kertas di dalam kotak. Um, saya pikir itu sesuatu seperti stiker pengiriman"

Jaegun tidak mengatakan yang sebenarnya. Dia tidak bisa menceritakan kisah gila bahwa dirinya telah mewarisi kenangan Seo Gunwoo dan ia menemukan tempat ini seperti itu.

"Ada alamat yang ditulis di suatu tempat? Tidak mungkin itu akan terjadi....Lagi pula aku tidak perlu barang-barang itu, jadi pulanglah"

Pria itu tidak membukakan pintu dan hanya keras kepala berbicara melalui interkom. Jaegun terpengaruhi oleh suasana hati yang aneh. Dia yakin bahwa orang itu meninggalkan barang-barang ini di kuburan dari caranya berbicara.

"Maaf, tapi apa hubungan Anda dengan tuan Seo Gunwoo?"

Jaegun bertanya melalui interkom. Dia membutuhkan informasi. Siapa identitas pria tua bernama Suh Gunwoo, yang datang ke kepalanya tanpa peringatan. Dia putus asa ingin tahu sampai ke dasarnya.

(Banting!)

Pintu tiba-tiba terbuka dengan suara memekakkan telinga. Di depan Jaegun yang terkejut sambil memasang langkah mundur, adalah seorang pria berusia 30-an. Wajah merah dan bau alkohol yang kuat terpancar dari dirinya meskipun saat ini adalah pagi hari.

"Apa yang kau berencana untuk lakukan dengan informasi tentang Ayahku?!"

"....A-Ayah?"

"Orang tua sialan....Maaf, sepertinya kau hanya ingin melakukan perbuatan baik, tapi itu semua sia-sia. Aku sengaja menempatkan barang-barang itu di sana"

"Sengaja? Saya berpikir bahwa ini milik ayah anda? Bukankah laptop dan kacamata adalah hartanya? "

"Mereka semua sampah! Lakukan apapun yang kau inginkan dengan semua itu. Barang-barangnya adalah sampah yang tidak akan laku di manapun"

Dia mencoba untuk menutup pintu.

Jaegun buru-buru memegangi pintu yang akan menutup dan meneruskan perkataannya.

"Tunggu, lalu bagaimana dengan Rika?!"

Pria itu menatapnya dengan mata terkejut.

"Bagaimana kau tahu nama kucing itu?"

"Kerahnya. Bukankah ini kucing anda? Saya tidak tahu tentang apa pun, tetapi anda setidaknya harus menjaganya!"

Pria itu tersenyum dingin dan mengangkat tangan kirinya. Hanya kemudian, Jaegun menyadari bahwa lengannya itu di perban.

"Kucing terkutuk itulah yang melakukannya padaku. Aku mencoba untuk membawanya kembali, tapi ini adalah apa yang aku dapatkan. Kucing itu....Tinggalkan saja dia di jalanan, aku tidak peduli lagi!"

"Tu-Tunggu!!"

Jaegun tegas menahan pintu dan meminta orang itu sambil menatapnya dengan mematikan.

"Satu pertanyaan lagi! Apa pekerjaan ayah anda??"

Itu adalah pertanyaan yang ditanyakan pikirannya tentang Seo Gunwoo dari mimpi. Pria itu menunduk dan menghela napas sebelum ia meludah

"Seorang penulis"

"Penulis? Seorang penulis? Dia adalah seorang penulis?!"

"Iya! Seorang penulis!! Sekarang tinggalkan aku sendiri!!!"

(BLAM!!!)

Dia menutup pintu. Rika menjerit kecil dari shock suara kasarnya.

'Untuk berpikir bahwa ia adalah seorang penulis....'

Jaegun mendukung dirinya yang merasa kesulitan untuk berdiri. Bagaimana ia bisa mewarisi kenangan penulis yang sudah mati?.

"Meong~ Meong~"

Dia memandangi Rika yang mengeong sedih.

Dirinya tiba-tiba teringat tema dari sebuah buku okultisme yang pernah di baca. Kucing bisa menjadi jembatan antara yang mati dan yang hidup.

"....Rika, kau tahu sesuatu, kan?"

"Meong"

Jaegun berlutut. Dia benar-benar menunggu jawaban dari si kucing.

Seekor kucing. Dia merasa seolah-olah dia kehilangan dirinya. Apakah ini yang rasanya gila?

Melamun, ia lalu tiba di rumah.

....


'....Apa?....Bagaimana aku bisa kembali?'

Dia tidak ingat meninggalkan kereta bawah tanah. Dia tidak ingat meninggalkan stasiun bus. Dia tidak ingat apa-apa. Merasakan keterkejutan saat dia berjalan, Jaegun melangkah menuruni tangga ke kamarnya.

"....Apa yang ada di laptop itu?"

Dia sangat ingin tahu tentang penulis Seo Gunwoo. Jaegun hanya memiliki beberapa pecahan kenangan, dan ia tidak tahu banyak tentang dirinya. Sebelum pria ini bahkan melepas pakaian, ia mengambil laptop dulu. Ketika memasang colokan dan menekan tombol power, untungnya masih bisa menyala.

'Wow....Ini benar-benar tua'

Tawa berongga keluar darinya bersamaan dengan laptop yang selesai melakukan booting dan datang ke Home Screen.

Hard drive hanya 256MB RAM. Selain itu, ruang memori penyimpanannya memiliki 40 Giga. Juga, laptop ini menjalankan Windows 98. Itu adalah sesuatu yang orang akan tolak untuk digunakan bahkan secara gratis.

'....Tidak ada di sini'

Dia tidak bisa menemukan informasi apapun tentang si penulis. Tidak ada riwayat pencarian, juga tidak ada program kecuali satu program untuk menulis yang biasa.

Jaegun membuka miliknya sendiri lalu menghubungkan ke internet. Dia mencari nama itu. Seo Gunwoo. Hasilnya terlalu banyak orang. Jaegun memasukkan ke dalam tanggal lahir dan kematian Seo Gunwoo. Namun, tidak ada yang terjadi.

'Apakah dia menggunakan nama pena?'

Ini adalah dunia di mana penulis menggunakan nama pena bukan nama asli mereka. Bahkan Jaegun menggunakannya.

Pokoknya, karena tidak ada hasil untuk Seo Gunwoo, yang hanya bisa berarti dua hal. Baik ia menggunakan nama pena atau ia tidak memiliki pekerjaan yang telah dirilis.

(Wiiinnnngg!)

Telepon menyalurkan getaran keseluruh tubuhnya. Pada layar telepon, itu menunjukkan Ha Jaeyn. Saudaranya yang tiga tahun lebih tua.

Jaegun tidak menjawabnya segera dan hanya ragu-ragu.

Karena panggilan telepon ini, kenyataan bergegas kembali kepadanya. Tidak ada berita baik untuk diberikan. Meski begitu, kakaknya akan khawatir jika ia tidak mengangkatnya. Dia adalah salah seorang yang masih menganggap adiknya yang berusia 27 tahun masih seorang anak.

Jaegun akhirnya mengangkat telepon itu sambil mendesah.

"....Hei"

-Kau mengangkatnya? Aku baru saja akan menutup panggilan karena berpikir kau masih sedang tidur"

"Nah. Aku sudah bangun"

-Apa tadi kau sudah makan?"

"Tentu saja"

Jaegun menekan gerutuan di perutnya.

-Apa yang kau makan? "

"Aku makan banyak hal. Berhenti bertanya padaku. Aku bukan anak kecil lagi"

-Baiklah, adik kecil.

"Hei, hei"

Kakaknya tertawa di telepon. Kemudian dengan suara serius, ia melanjutkan.

-Kau akan pulang besok, kan? "

"....Iya"

-Bagus. Setidaknya datang dan lihatlah ayah kita. Dia bangun di waktu ini"

"....Baiklah"

"Ada apa dengan suara lemah itu? Apa terjadi sesuatu?"

Dia bertanya cemas.

Jaegun merasa buruk, tapi dia tidak bisa melanjutkan percakapan.

"Maaf, ada deadline sekarang. Aku tidak bisa bicara lama. Sampai jumpa"

(Beeep!)

Dia memotongnya dengan cepat. Kakaknya yang mendukung dirinya untuk menulis setiap kali. Oleh karena itu, dia tidak menelepon Jaegun lagi.

'Maaf'

Kakaknya suka menyebut dirinya 'gold miss'*. Namun, Jaegun lebih tahu. Dia tahu bahwa kakaknya tidak punya waktu untuk berkencan karena berusaha untuk menjaga keluarganya yang miskin.
[Sebutan untuk wanita korea yang belum menikah. Biasanya karena sibuk dengan karir dan 'memilih single dulu']

"....Bukan waktunya untuk ini"

Jaegun menyalakan komputer dan membuka program kata. Di matanya, buku yang dia sedang kerjakan datang.

'Apa sekarang.…'

Itu tidak terlihat seperti sebuah buku. Melainkan, sekelompok campur aduk kalimat.

Dia menggulirnya ke atas, membacanya sekali lagi.

'Hmm...."

Wajah Jaegun mulai tumbuh pucat saat ia membaca.

Dia tidak berpikir itu sempurna, namun bahkan memiliki banyak masalah. Kesalahan yang ia tidak lihat kemarin tampaknya di sadari hari ini.

'Informasi ini tidak diperlukan. Pembaca akan bosan di sini. Hapus segala sesuatunya'

'Disini adalah titik di mana karakter utamanya belajar keterampilan baru dan menjadi lebih matang. Ini tidak cukup. Perlu lebih rincian'

'Bagaimana bisa gadis ini menampar karakter utamanya seperti ini? Apakah dia gila? Dia perlu untuk membuatnya berlutut dan memohon!'

(Tap! Tap! TapTap! Tap!)

sepuluh jari-jarinya terbang di sekitar keyboard.

Kapan terakhir kali ketika dirinya termotivasi seperti ini. Dia bahkan tidak ingat. Sebuah perasaan yang ia tidak miliki sebelumnya mendesak pada jari-jarinya. Terasa seolah-olah membuat mereka memiliki sayap.

1 jam....2 jam....3 jam....4 jam....

Jaegun tidak bisa merasakan aliran waktu.

Keringat jatuh di wajahnya. sepuluh jari telah tumbuh merah dari rasa panas.

(Tap!)

"Haaaaa...."

Jaegun mendesah saat mengetik baris terakhir. Ketika ia melihat sekeliling, itu sudah gelap di luar. Ada bulan terang dibalik jendela.

"Apa? Bagaimana bisa? Berapa lama aku sudah bekerja?"

Jam yang terbaca sudah melebihi angka 7.

Dia bahkan tidak tahu kapan dirinya mulai. Jaegun mengingat panggilan kakaknya dan memeriksa riwayat pemanggilan. Itu menunjukkan sekitar jam 11.

"8 jam…? Apa-apaan....kenapa aku.... seperti ini? "

Dia benar-benar ke titik zona di mana ia tidak mengistirahatkan jari-jarinya sama sekali.

Tidak pernah ada titik waktu sebelumnya, di mana ia telah menempatkan banyak usaha ke dalam tulisan. Sungguh, ia benar-benar lupa tentang segala sesuatunya kecuali untuk menulis selama waktu itu.

'Menyenangkan! Buku ini telah berubah begitu banyak setelah di sunting'

Jaegun berseru dalam hati sambil memandang bukunya. Dia tidak memiliku dasar untuk kepercayaan diri, tapi ia tetap yakin. Ini adalah sesuatu yang produsen inginkan. Pertama kalinya ia mendapatkan perasaan semacam ini.

Jaegun lalu mengirim buku itu ke editor melalui email. Setelahnya, ia mendengar geraman Rika.

"Ah Rika. Maafkan aku. Kau harusnya lapar, ya kan? "

Bukan hanya Rika, Jaegun juga kelaparan. Dia tidak makan apapun hari ini. Ketika ia akan harus berjalan karena memiliki beberapa hal untuk dibeli, ia mengenakan pakaian dan pergi.

"Harganya 45.000 Won"

"Apa? Semahal itu? "

Di meja toko hewan peliharaan, Jaegun terkejut saat ia bertanya  pada petugas.

Petugas itu hanya tersenyum dan menjawab.

"Untuk makanan sejumlah ini, cukuplah murah. Itu akan lebih murah jika anda membeli secara online, tapi tidak ada perbedaan besar"

"Ini....Sedikit lebih mahal daripada yang saya pikir"

"Jadi anda akan membelinya?"

"Iya....Iya. Saya akan membelinya"

Tangannya bergetar saat ia memberi uang kepada petugas. Apa yang bisa kau lakukan jika dirimu miskin? Bayangkan berapa banyak makanan yang dia bisa beli untuk 45.000 Won.

"Sampai jumpa lagi"

Jaegun meninggalkan toko dalam keadaan setengah terkejut. Rika, yang berada di pelukannya, menatapnya dengan dua mata cerah nan bulat. Seolah-olah dia bertanya 'apa yang salah?'.

"Apakah pandangan itu, 'mengolok-olokku'?"

"Meong~"

"Aku mengerti. Apa yang dirimu tahu? Tidak apa-apa. Kakakku selalu berkata, 'Jangan menyimpan uang untuk makanan, hidup dengan banyak makanan'. Karena kau kini memiliki keluarga....keluarga....Ayo kita pergi. Kita akan makan beberapa ramen di rumah"

Jaegun memindahkan tubuhnya kembali ke rumah.

"Aku kehabisan telur. Harusnya membeli beberapa dalam perjalanan pulang. Masukan 2 butir telur dalam mie dan bam*. Makanan yang sangat nikmat. Menambahkan beras di atasnya akan mengisi diriku, tidak perlu apa-apa lagi"
[Chestnut]

(Wiiinnnng!)

Ponsel di sakunya bergetar lagi. Karena ia pikir itu akan dari sahabatnya, Jungjin atau kakaknya. Tapi ketika diperiksa, mata Jaegun tiba-tiba melebar.

"Apa yang terjadi sampai menelepon selarut ini?"

Untuk berpikir bahwa ia akan mendapatkan panggilan kembali segera setelah meng-upload ceritanya yang telah diperbarui. 'Untuk apa? Ini tidak baik' pikirnya.

"....Ha-Halo?"

-Tuan Ha. Apakah anda merevisi ini dalam satu hari?

"Apa? Ya, saya telah melakukannya. Apakah ada sesuatu yang salah?"

Dia terdiam di akhir dengan suara cemas.

Apakah ini akan menjadi pembicaraan tentang bagaimana itu menjadi lebih buruk? Dia hanya bisa berharap hal baguslah yang tiba. Namun, jika ia dikritik lagi, apa yang akan dia lakukan? Dengan pikiran itu, Jaegun mengepalkan tangan dan memejamkan mata.

Tapi....

Kata-kata berikutnya yang datang dari editor, benar-benar mengguncang pikirannya.

-Tidak, anda harusnya menulis seperti ini sebelumnya!!

"....Apa?"

Jaegun menegakkan punggungnya dengan wajah bingung. Suara terang editor diteruskan dari sisi lain.

-Sejak anda mengganti beberapa hal dan mengubah aliran beberapa kali, ceritanya benar-benar berubah. Saya membacanya, itu bagus.

"Anda membacanya....bagus?"

-Ya. Saya membacanya dengan cermat. Sangat bagus. Apakah anda pikir saya akan mengatakan sesuatu yang tidak benar?

"Ti-Tidak, tentu saja tidak"

Editor bukanlah tipe orang yang akan berbohong. Karena ia tahu editor ini selama 5 tahun, Jaegun tahu ia tidak akan bermain-main. Jika dia mengatakan itu bagus, maka memanglah bagus. Setidaknya, itu yang dipikirkan si editor.

-Ada Beberapa kesalahan kecil dan mistypes, tapi tidaklah serius. Saya akan menyerahkannya ke kantor. Anda setuju?

"....Y-Ya, akan menjadi hebat bagi saya!"

-Saya akan mengirimkannya besok untuk dikerjakan dalam percetakan. Saya akan mencoba untuk membuatnya terbit dalam 4 sampai 5 hari. Oh, dan juga tuan Ha? Aku tidak tahu bagaimana mengatakan ini, tapi....Apakah Anda memerlukan uang? Haruskah saya memasukkan beberapa uang tambahan ke dalam kontrak?

"Kontrak? Jika Anda bisa melakukan itu, saya akan sangat senang!!"

Suaranya ceria saat ia mendengarkan kabar cerah. Dia berada pada garis merah setelah membeli makanan itu. Jika dia adalah seorang penulis sukses, dia bisa mendapatkan uang setiap kali dia inginkan. Namun, Jaegun pastinya tidak pada tahap itu.

Kontrak Jaegun adalah satu yang tidak memberikan sebanyak mungkin karena tulisannya tidak laku.

-Baiklah. Saya baru saja menyetorkan 500.000 Won. Saya akan mengirimkan sisanya untuk buku 1 dan 2. Ini akan sampai besok pagi pukul 10

"Terima kasih! Terima kasih banyak, kepala editor!!!"

-Saya lah yang harus berterima kasih untuk karya tulis menakjubkan ini. Terima kasih, tuan Ha. Saya berharap untuk melihat lebih banyak karya tulis dari anda. Ini akan menjadi hit!

"Saya berharap begitu!!"

-Harap percayai naluri saya. Ini akan sukses. Maka, anda telah bekerja keras sehingga berikan diri anda istirahat yang baik hari ini.

"Ya, anda harus beristirahat juga, pak editor!"

Jaegun lumpuh setelah panggilan telepon itu. Dengan makanan kucing di satu tangan dan Rika pada yang lain, ia tidak bisa bergerak sama sekali.

'Tulisanku....Tulisanku bagus?'

5 tahun setelah debutnya. Sejak itu, semua karyanya telah mati atau mengalami kegagalan. Dia tidak bisa melihat kata 'bagus' di manapun pada komentar.

Ini adalah pujian pertamanya.

Bukan sembarang pujian bagus, melainkan satu yang lebih besar.

Dari seorang editor yang dikenal sebagai tajam dan obyektif dengan komentar kejamnya, ia telah mendengar pujian. Tidak ada yang dapat menggambarkan perasaan ini di dadanya.

(Tetes. Tetes. Tetes)

Air mata jatuh dari kedua matanya.

Bersamaan dengan tetesan hangat yang jatuh pada dirinya, Rika mengangkat kepala. Seolah ingin di bebaskan, dia dengan lembut menggosok ke dadanya.

"Rika....Dia bilang itu bagus...."

"Meong?"

"Tulisan yang kubuat bagus....Tulisanku....Dari seorang editor yang jarang memberikan pujian....dia bilang itu bagus....kau tidak akan tahu tipe orang yang bagaimana editor itu....dia bilang bagus...."

Dia tidak bisa menghentikan air matanya. Jaegun menjatuhkan makanan kucing dan memeluk Rika dengan kedua tangan. Seolah-olah untuk mengucapkan selamat kepadanya, Rika mengeong manis.

Cuaca tidak terasa dingin lagi.



Ke Halaman utama Big Life
Ke Chapter selanjutnya


Comments

Popular posts from this blog

Short Story: [Katanya Kalau Perjaka Sampai Umur 30 Kamu Bisa Jadi Penyihir!]